Pariwisata Sumatera Utara

 OBYEK WISATA
1. Wisata Sejarah
a. Istana Maimun
Istana Maimun merupakan salah satu objek wisata di Medan. Objek wisata tersebut sangatlah indah dan seni arsitekturnya sangatlah mencirikan sebuah bangunan kuno eropa. Objek wisata ini terletak di jalan Brigjend Katamso, Medan. Istana Maimun merupakan peninggalan Sultan Kerajaan Deli bernama Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. pusat kerajaan Deli ini didominasi dengan warna kuning (warna khas orang melayu) dan selesai dibangun tahun 1888 dengan arsitek berkebangsaan Italia. kalau diperhatikan, bangunan ini memiliki perpaduan antara budaya Islam dan Eropa, dengan beberapa material (seperti ubin dan marmer) yang memang langung diimpor dari Eropa. Bagunan terdiri dari 2 lantai dengan 3 bagian yaitu bangunan induk, sayap kiri dan sayap kanan. pengaruh budaya eropa agaknya cukup kental tertata di istana ini, dari mulai lampu, kursi, meja, lemari, jendela sampai pintu dorong. sedangkan pengaruh Islam dapat dilihat dari bentuk lengkungan (arcade) di bagian atap yang menyerupai perahu terbalik (lengkungan persia) yang biasanya dijumpai pada bangunan2 di kawasan timur tengah.

b. Mesjid Raya Medan
Satu lagi peninggalan Sultan Deli, yaitu Masjid Raya Al Mashun yang berjarak tak jau dari Istana Maimun (200m). Menurut sebuah sumber, masjid mulai dibangun tanggal 1 Rajab 1324H atau 21 Agustus 1906 dan selesai 10 Sept 1909 oleh Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. beberapa bahan dekorasi dibuat dari Italia dan jerman serta konon dulunya menjadi satu bagian dengan komplek istana. Masjid yang dirancang oleh Dingemans dari Amsterdam (dengan bentuk yang simetris jika dilihat dari keempat sisinya) memiliki gaya yang diambil dari budaya Timur tengah, India, dan Spanyol. Masjid dibangun dengan bentuk segi 8 (oktagonal) dan memiliki 4 sayap disetiap bagian selatan timur utara dan barat yang berbentuk seperti bangunan utama namun berukuran lebih kecil. luas keseluruhan bangunan adalah 5.000 meter.
Konsep bangunan utama beserta bangunan sayap katanya merupakan konsep bangunan masjid kuno di timur tengah. dsana masjid dibangun dengan ruang tengah sebagai ruang utama (disebut sahn) dan empat sayap berupa gang beratap untuk berteduh (disebut mugatha/suntuh). Hiasan di masjid ternyata bukan berupa kaligrafi melainkan ukiran bunga dan tumbuhan. dan berbeda dengan masjid lainnya, kubah masjid ini tidak berbentuk bulat namun persegi 8 dan agak gepeng. kubah berjumlah 5 buah, yang paling besar berada diatas bangunan utama dan 4 lainnya diatas masing2 sayap. disetiap ujung kubah terdapat ornamen bulan sabit sebagai penghias.

c. Meriam Puntung
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) pernah terjadi peperangan antara kerajaan aceh dengan kerajaan Aru Baru (kerajaan timur raya). Peperangan itu terjadi karena keinginan seorang raja aceh untuk mempersunting seroang putri dari kerajaan Aru Baru (Sekarang Deli Tua) yang mengalami kegagalan. Putri tersebut bernama Putri Hijau yang karena kecantikannya sehingga memancarkan warna hijau. Dalam sebuah legenda dikisahkan Putri Hijau memiliki dua orang saudara laki-laki yang bernama Mambang Yazid dan Mambang Khayali (Sakti). Mereka sangat menyayangi putri hijau. Mereka bertiga adalah pimpinan kerajaan Aru Baru.
Suatu ketika datanglah seorang Raja Aceh ke kerajaan Aru Baru bermaksud melamar Putri Hijau. Lamaran tersebut ditolak oleh kedua saudara laki-laki pturi hijau. Penolakan tersebut membuat Raja Aceh tersinggung dan akhirnya memimpin pasukannya untuk menyerang kerajaan Aru Baru. Mambang Yazid dan pasukannya berhasil dikalahkan oleh Raja Aceh, sedangkan Mambang Khayali berubah menjadi Meriam Puntung dan menggempur pasukan aceh. Karena lama bertempur dan meriam tersebut panas dan akhirnya meledak dan mambang khayali pun tewas. Bagian depan meriam tersebut terlembar ke dataran tinggi karo dekat Kabanjahe, sedangkan bagian belakangnya terlempar ke Labuan Deli lalu dipindahkan ke pekarangan Istana Maimun.

d. Kuil Shri Mariamman
Kuil Shri Mariamman adalah kuil Hindu tertua di Kota Medan, Indonesia. Kuil ini dibangun pada tahun 1884[1] (ada pula yang menyebut 1881 untuk memuja dewi Kali. Kuil ini terletak di kawasan yang dikenal sebagai Kampung Keling. Kuil yang menstanakan lima dewa, masing-masing Dewa Siwa, Wisnu, Ganesha, Dewi Durga (Kali), dan Dewi Aman itu dikelola salah seorang keluarga pemilik perusahaan besar Texmaco, Lila Marimutu. Pintu gerbangnya dihiasi sebuah gopuram, yaitu menara bertingkat yang biasanya dapat ditemukan di pintu gerbang kuil-kuil Hindu dari India Selatan atau semacam gapura.

e. Masjid Lama Gang Bengkok
Di Medan, Sumatra Utara ada tiga masjid cukup terkenal karena sejarah dan bangunannya yang sudah cukup tua yaitu Masjid Raya Al-Mashun atau Masjid Raya di Jl. Sisingamangaraja, Masjid Lama Gang Bengkok di Jl. Mesjid, dan Masjid Raya Al-Osmani di Jl. Yos Sudarso Kilometer 17,5. Namun dari ketiga mesjid tersebut, Masjid Lama Gang Bengkok Kampung "Kesawan" yang bergaya rumah China ini memiliki keistimewaan karena pembauran antara etnis Tionghoa (China) dengan etnis setempat.
Kampung Kesawan merupakan salah satu wajah Medan tempo dulu. Ada banyak bangunan tua sebagai sejarah pembauran multi etnis kota ini. Masjid Lama Bengkok ini dibangun seorang
Taipan China pula. Jalan Ahmad Yani di Medan, Sumatera Utara, selalu padat. Orang menyebutnya Jalan Kesawan, karena pada abad 19, hampir seluruh area ini milik Datuk Mohammad Ali, yang dipanggil Datuk Kesawan. Kawasan ini salah satu pusat niaga di jantung kota Medan dengan sejumlah bangunan kuno. Salah satu bangunan mirip klentèng, tempat ibadah umat Khonghucu. Atapnya melengkung dan terdapat empat tiang setebal setengah meter yang menopang seluruh bangunan. Di bagian atas tiang terdapat patung buah jeruk dan anggur, salah satu ciri khas arsitektur China. Inilah Masjid Lama atau Masjid Gang Bengkok. Pengurus masjid Silmi Tanjung menuturkan sejarahnya. Silmi Tanjung menjelaskan, masjid ini memang bentuknya seperti kelenteng, ada etnis Chinanya, terutama bagian atas. Terus ini juga bentuk stupa, ini seperti candi-candi. Sekilas, ini disebut orang sebagai kelenteng. Sehingga masjid ini memberikan kesan bahwa masjid ini bukan hanya orang Islam, tapi juga etnis China atau Tionghoa. Tapi yang jelas ini adalah masjid, bukan kelenteng. Kenapa dinamakan Bengkok, karena dulu di depan masjid ini adalah sebuah gang, belum jalan. Nah, gang ini memang bengkok bentuknya, makanya dinamakanlah masjid Gang Bengkok. Tapi karena kendaraan semakin ramai, maka gang diperlebar sehingga menjadi jalan, nah inilah bengkoknya. Tapi masjid ini juga disebut sebagai masjid lama. Karena ini memang berdiri sejak dulu, ketika Sultan Deli, yaitu Sultan Makmun Al Rasyid naik tahta. Corak bangunan masjid ini juga menyimpan jejak Melayu. Di plafon masjid terdapat umbai-umbai yaitu hiasan yang disebut 'lebah bergantung'. Ukiran ini dibuat dari kayu, berbentuk semacam tirai berwarna kuning, warna khas Melayu.
Jejak Melayu dan Persia
Jika melihat tiangnya, ada buah buah, seperti rumah etnis Tionghoa. Nah di atasnya juga ada lebah bergantung, ini memberikan kesan Melayu. Karena di Medan banyak orang Melayu juga. Ada juga nuansa Islam Persia pada gapuranya. Tak pelak lagi, Masjid Bengkok memadukan gaya China dan Melayu, sebagai simbol kerukunan sejak abad 19. Kerukunan itu terus terjaga seiring waktu. Misalnya pada era Reformasi 1998. Saat itu Medan terasa mencekam karena etnis China mau diserang. Tapi warga Melayu yang mengungsikan etnis Tionghoa ke Kesawan, berlindung di Masjid Bengkok. Jika ingat pada kerusuhan Mei 1998, kata Silmi, waktu itu ada isu pembantaian etnis China. Tapi kami langsung evakuasi warga etnis China sekitar sini. Mereka kita bawa ke dalam masjid. Dan alhamdulillah tidak terjadi apa apa. Mereka aman karena kami jaga. Jadi masjid ini memang melambangkan perdamaian antar etnis dan agama. Tidak ada yang tahu kapan sebenarnya masjid ini dibangun. Diperkirakan sekitar tahun 1900an. Menurut cerita masyarakat setempat, peletakan batu pertama masjid dilakukan Sultan Makmun Al Rasyid, sultan Medan yang masa itu bernama Kesultanan Deli. Lokasi masjid berdiri adalah hibah dari Datuk Mohammad Ali, alias Datuk Kesawan. Nah, setelah ini diwakafkan, barulah masjid ini dibangun. Karenanya tidak heran, daerah ini disebut kampung Kesawan, karena yang punya dulu Datuk Mohamad Ali Kesawan. Tanahnya milik Datuk Kesawan, sedangkan batu pertama diletakkan oleh Sultan Makmun Al Rasyid, tapi keduanya tidak membiayai pembangunan masjid. Semuanya dibiayai oleh seorang Taipan Cina, bernama Tjong A Fie. Konon, masjid ini dibangun sebagai penghormatan warga Tionghoa kepada warga Melayu. Setelah masjid selesai, Tjong A Fie menyerahkannya kepada Sultan Makmun Al Rasyid. Sultan menunjuk seorang ulama bernama Syech Mohammad Yacub untuk mengurus dan memelihara masjid seluas 2200 meter persegi ini. Kini, tanggung jawab pemeliharaan masjid dipegang oleh generasi ketiga Syekh, yaitu Sazli Nasution, yang sekaligus menjabat Wakil Nazir atau pengurus masjid bidang dakwah. Menurut Sazli, masjid ini terus mempertahankan maknanya, sebagai simbol persatuan umat Muslim dengan warga Tionghoa di Kesawan. Buktinya, warga Tionghoa tak segan-segan merawat masjid ini. Mereka sering menyumbang keramik, cat, dan lain lain untuk perawatan. Mereka untuk ke Masjid Lama Bengkok ini, peduli sekali. Februari 1921, Tjong A Fie meninggal pada usia 61 tahun. Ribuan pelayat datang dari segala penjuru Medan, memberi penghormatan terakhir bagi si taipan dermawan.

2. WISATA ALAM
a. Danau Toba
Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer yang terletak di Provinsi Sumatera Utara,Indonesia. Danau ini merupakan danau terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir. Danau Toba sejak lama menjadi daerah tujuan wisata penting di Sumatera Utara selain Bukit Lawang dan Nias, menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Sejarah
Diperkirakan Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan supervolcano (gunung berapi super) yang paling baru. Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University memperkirakan bahwa bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2.800 km³, dengan 800 km³ batuan ignimbrit dan 2.000 km³ abu vulkanik yang diperkirakan tertiup angin ke barat selama 2 minggu. Debu vulkanik yang ditiup angin telah menyebar ke separuh bumi, dari Cina sampai ke Afrika Selatan. Letusannya terjadi selama 1 minggu dan lontaran debunya mencapai 10 km di atas permukaan laut.
Kejadian ini menyebabkan kematian massal dan pada beberapa spesies juga diikuti kepunahan. Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia sampai sekitar 60% dari jumlah populasi manusia bumi saat itu, yaitu sekitar 60 juta manusia. Letusan itu juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun para ahli masih memperdebatkannya.
Setelah letusan tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan menjadi yang sekarang dikenal sebagai Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.
Tim peneliti multidisiplin internasional, yang dipimpin oleh Dr. Michael Petraglia, mengungkapkan dalam suatu konferensi pers di Oxford, Amerika Serikat bahwa telah ditemukan situs arkeologi baru yang cukup spektakuler oleh para ahli geologi di selatan dan utara India. Di situs itu terungkap bagaimana orang bertahan hidup, sebelum dan sesudah letusan gunung berapi (supervolcano) Toba pada 74.000 tahun yang lalu, dan bukti tentang adanya kehidupan di bawah timbunan abu Gunung Toba. Padahal sumber letusan berjarak 3.000 mil, dari sebaran abunya.
Selama tujuh tahun, para ahli dari oxford University tersebut meneliti projek ekosistem di India, untuk mencari bukti adanya kehidupan dan peralatan hidup yang mereka tinggalkan di padang yang gundul. Daerah dengan luas ribuan hektare ini ternyata hanya sabana (padang rumput). Sementara tulang belulang hewan berserakan. Tim menyimpulkan, daerah yang cukup luas ini ternyata ditutupi debu dari letusan gunung berapi purba.
Penyebaran debu gunung berapi itu sangat luas, ditemukan hampir di seluruh dunia. Berasal dari sebuah erruption supervolcano purba, yaitu Gunung Toba.Dugaan mengarah ke Gunung Toba, karena ditemukan bukti bentuk molekul debu vulkanik yang sama di 2100 titik. Sejak kaldera kawah yang kini jadi danau Toba di Indonesia, hingga 3000 mil, dari sumber letusan. Bahkan yang cukup mengejutkan, ternyata penyebaran debu itu sampai terekam hingga Kutub Utara. Hal ini mengingatkan para ahli, betapa dahsyatnya letusan super gunung berapiToba kala itu. Bukti-bukti yang ditemukan, memperkuat dugaan, bahwa kekuatan letusan dan gelombang lautnya sempat memusnahkan kehidupan di Atlantis.

b. Taman Wisata Alam Sibolangit
Kelompok Hutan Sibolangit terletak diantara jalan raya Medan Berastagi, sekitar 40 km dari kota Medan dengan waktu tempuh lebih kurang 1jam. Sebagai jalur wisata, kondisi jalan sangat mulus sehingga dapat dilalui oleh berbagai jenis kendaraan bermotor roda dua dan empat.
Selain dari kendaraan pribadi, hutan Sibolangit ini juga dapat ditempuh melalui pengangkutan umum, baik jurusan (trayek) Medan – Berastagi maupun Medan – Sidikalang.
Sebelum memasuki Sibolangit, terlebih dahulu melewati kawasan wisata Pemandian Sembahe. Dilokasi ini mengalir air sungai yang mengalir jernih dan sejuk. Pada hari-hari libur tempat ini ramai dikunjungi khususnya oleh wisatawan lokal untuk sekedar mandi-mandi dan bersantai ria.
Melanjutkan perjalanan, pada tanjakan yang terjal, disebelah kanan ruas jalan akan dijumpai sumber air yang telah diusahakan sejak tahun 1959 dan sekarang dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi. Sumber air ini juga sebagai pemasok kebutuhan air bagi kota Medan dan sekitarya. Hal ini menunjukan bahwa pengelolaan hutan Sibolangit yang baik akan memberikan manfaat yang cukup besar khususnya dalam hal pengaturan tata air.
Tidak jauh dari lokasi PDAM Tirtanadi dimaksud, disebelah kiri jalan akan ditemukan papan informasi yang memberikan petunjuk bahwa kita sudah memasuki gerbang kawasan Hutan Sibolangit.
SEJARAH
Bermula pada tahun 1914 atas prakarsa DR. J.C Koningsberger Direktur Kebun Raya Bogor ketika itu didirikan Kebun Raya (Botanical Garden) Sibolangit oleh Tuan J.A Lorzing sebagai cabang dari Kebun Raya Bogor. Selanjutnya pada tanggal 10 Maret 1938 dengan Surat Keputusan Z.B No.37/PK, Kebun Raya diubah statusnya menjadi Cagar Alam.
Mengingat Cagar Alam ini kaya akan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan (flora) yang bukan hanya sekedar untuk koleksi, melainkan juga memberikan juga memberikan kontribusi yang sangat penting bagi keperluan ilmu pengetahuan dan pendidikan (sebagai laboratorium alam) serta pengembangan pariwisata (rekreasi), maka pada tahun 1980 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 636/Kpts/Um/9/1980 sebagai Cagar Alam Sibolangit (seluas ± 24,85 Ha) dialih fungsikan menjadikawasan Taman Wisata Alam Sibolangit.
Secara administratif pemerintahan, kawasan Taman Sibolangit ini terletak di Desa Sibolangit Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara.

c. Gunung Sibayak
Gunung Sibayak yang terletak didataran tinggi Karo dengan ketinggian 2.094 m dari permukaan laut. Gunung yang keadaan puncaknya yang sudah porak poranda karena letusan di masa lalu ini bisa dicapai dari dua tempat yaitu: dari desa Raja Berneh (Semangat Gunung) dan dari kota Brastagi. Gunung Sibayak ini merupakan gunng api yang masih aktif, dan mempunyai kawah yang cukup landai untuk dituruni dan tampak tidak terlalu berbahaya asalkan jangan terlalu dekat. Gunung ini tidak begitu sulit untuk didaki bahkan oleh seorang pemula sekalipun. Seperti halnya Gunung Gede di Jawa Barat, gunung ini selalu ramai dikunjungi oleh para pendaki lokal dimalam minggu. Mereka biasanya mulai mendaki sekitar jam 02.00 dini hari untuk mendapatkan pemandangan matahari terbit dipuncak gunung ini. Dari puncak gunung ini kita bisa menyaksikan pemandangan kota Medan di kejauhan. Faktor kondensasi di gunung ini sangat tinggi yang menyebabkan seringnya terlihat kabut yang bergerombol didaerah puncak.

 d. Air Terjun Sipiso piso
 Sipiso-piso terletak lebih kurang 24 km ke utara Kabanjahe menuju ke arah Danau Toba, merupakan air terjun yang terkenal dengan ketinggian lebih kurang 360 kaki sebelum mengalir ke Danau Toba. Daerah ini memiliki pemandangan yang indah seperti daerah Tao Silalahi yang berada di dekatnya dan terletak di bagian utara Danau Toba.

e. Gundaling
 Bukit Gundaling dengan ketinggian 1.575 meter dari permukaan laut berjarak 3 km dari kota Brastagi. Untuk mencapai bukit ini dapat dilakukan dengan berjalan kaki atau menggunakan sado. Di bukit ini terdapat taman yang indah, tempat bersantai dan sarana jalan setapak untuk olahraga yang mengitari puncak bukit Gundaling. Dari puncak bukit dapat dinikmati panorama gunungapi Sibayak dan gunungapi Sinabung yang mengagumkan.

 f. Bukit Lawang
Bukit Lawang adalah nama tempat wisata di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatra Utara yang terletak 68 km sebelah barat laut Kota Binjai dan sekitar 80 km di sebelah barat laut kota Medan. Bukit Lawang termasuk dalam lingkup Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan daerah konservasi terhadap mawas orang utan.
Beberapa tahun lalu tepatnya pada tanggal 2 November 2003, Bukit Lawang dilanda tragedi banjir bandang yang menyebabkan ratusan rumah penduduk serta wisma-wisma penginapan di tepian Sungai Bahorok hancur lebur.

g. Pulau Samosir
Pulau Samosir adalah sebuah pulau vulkanik di tengah Danau Toba di provinsi Sumatra Utara. Sebuah pulau dalam pulau dengan ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut menjadikan pulau ini menjadi sebuah pulau yang menarik perhatian para turis.Tuktuk adalah pusat konsentrasi turis di Pulau Samosir. Dari Parapat, Tuktuk dapat dihubungkan dengan feri penyeberangan. Selain perhubungan air, Pulau Samosir juga dapat dicapai lewat jalan darat melalui Pangururan yang menjadi tempat di mana Pulau Samosir dan Pulau Sumatera berhubungan.Pulau Samosir sendiri terletak dalam wilayah Kabupaten Samosir yang baru dimekarkan pada tahun 2003 dari bekas Kabupaten Toba-Samosir.
Di pulau ini juga terdapat dua buah danau kecil sebagai daerah wisata yaitu Danau Sidihoni dan Danau Aek Natonang yang mendapat julukan "danau diatas danau".

h. Pulau Nias
Nias (bahasa Nias Tano Niha) adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah barat pulau Sumatera, Indonesia. Pulau ini dihuni oleh mayoritas suku Nias (Ono Niha) yang masih memiliki budaya megalitik. Daerah ini merupakan obyek wisata penting seperti selancar (surfing), rumah tradisional, penyelaman, lompat batu.
Pulau dengan luas wilayah 5.625 km² ini berpenduduk 700.000 jiwa.
Agama mayoritas daerah ini adalah Kristen Protestan. Nias saat ini telah dimekarkan menjadi empat kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli.

i. Lau Debuk – Debuk
Lau Debuk-debuk merupakan sebuah desa yang memiliki sumber air panas dengan kandungan belerang yang bisa dijadikan terapi kesehatan kulit dan tulang. Kawasan ini banyak dikunjungi oleh wisatawan untuk menikmati hangatnya air belerang dalam suasana sejuk udara pegunungan. Desa ini terletak lebih kurang 10 km dari Bandar Baru menuju Brastagi, di kaki gunung sibayak yang memiliki ketinggian 2.100 m dari permukaan laut. Di kawasan ini terjadi perambahan lahan oleh masyarakat sekitar untuk dijadikan lahan pertanian sayur mayor seperti kol, wortel, sawi serta tanaman buah-buahan. Jenis satwa tidak banyak terdapat, kebanyakan terdiri dari jenis mamalia kecil seperti tikus sawah, bajing, musang, monyet dan berbagai jenis burung antara lain kutilang, jalak, murai dll. Secara administrative kawasan ini sebelumnya berstatus sebagai cagar alam, berdasarkan keputusan Raja Deli tanggal 30 Desember 1924. Kemudian oleh Menteri Pertanian dengan SK  No. 320/Kpts/Um/5/1980 tanggal 9 Mei 1980 statusnya dialihkan menjadi Taman Wisata dengan luas 7 Ha.

3. Wisata Budaya
a. Hombo Batu

Hombo (lompat) batu merupakan tradisi yang sangat populer pada masyarakat Nias di Kabupaten Nias Selatan. Tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat di Desa Bawo Mataluo (Bukit Matahari). Desa Bawo Mataluo adalah desa yang kaya dengan situs megalitik (batu besar) berukir dan di dalamnya terdapat perumahan tradisional khas Nias (omo hada).
Setelah otonomi daerah pada tahun 2003, Desa Bawo Mataluo menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Nias Selatan. Sebelumnya, desa ini masuk ke dalam wilayah Kabupaten Nias. Ibu kota kabupaten Nias Selatan ialah Teluk Dalam. Kabupaten ini memiliki keindahan alam dan keunikan budaya yang luar biasa.
Tradisi lompat batu adalah ritus budaya untuk menentukan apakah seorang pemuda di Desa Bawo Mataluo dapat diakui sebagai pemuda yang telah dewasa atau belum. Para pemuda itu akan diakui sebagai lelaki pemberani dan memenuhi syarat untuk menikah apabila dapat melompati sebuah tumpukan batu yang dibuat sedemikian rupa yang tingginya lebih dari dua meter. Ada upacara ritual khusus sebelum para pemuda melompatinya. Sambil mengenakan pakaian adat, mereka berlari dengan menginjak batu penopang kecil terlebih dahulu untuk dapat melewati bangunan batu yang tinggi tersebut. Banyak pemuda yang begitu bersemangat untuk dapat melompatinya. Kegiatan ini berlokasi di Desa Bawo Mataluo berada di Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.
Untuk mencapai lokasi wisata, pelancong dapat melalui perjalanan udara dari Medan ke Pulau Nias (Gunung Sitoli) dengan waktu tempuh kurang lebih 1 jam. Selain perjalanan udara, untuk mencapai Pulau Nias dapat juga ditempuh melalui perjalanan laut dengan menggunakan kapal ferry dari Sibolga ke Pulau Nias dengan waktu tempuh lebih kurang 10 jam. Dari Gunung Sitoli, wisatawan masih membutuhkan sekitar 3 jam perjalanan menuju Teluk Dalam dengan kendaraan roda dua atau empat.

b. Tari Serampang Dua Belas
Tari Serampang Dua Belas merupakan salah satu dari sekian banyak tarian yang berkembang di bawah Kesultanan Serdang di Kabupaten Serdang Bedagai (dahulu Kabupaten Deli Serdang). Tari ini merupakan jenis tari tradisional yang dimainkan sebagai tari pergaulan yang mengandung pesan tentang perjalanan kisah anak muda dalam mencari jodoh, mulai dari perkenalan sampai memasuki tahap pernikahan. Inilah salah satu cara masyarkat Melayu Deli dalam mengajarkan tata cara pencarian jodoh kepada generasi muda. Sehingga Tari Serampang Dua Belas menjadi kegemaran bagi generasi muda untuk mempelajari proses yang akan dilalui nantinya jika ingin membangun mahligai rumah tangga.
Nama Tari Serampang Dua Belas dahulu lebih dikenal dengan nama Tari Pulau Sari. Hal ini mengacu pada judul lagu yang mengiringi tarian tersebut, yaitu lagu Pulau Sari. Tarian ini diciptakan oleh Sauti pada era 1940-an dan digubah ulang antara tahun 1950—1960. Sauti yang lahir tahun 1903 di Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai ketika menciptakan Tari Serampang Dua Belas sedang bertugas di Dinas PP&K Provinsi Sumatra Utara. Atas inisiatif dari Dinas yang menaunginya, Sauti diperbantukan menjadi guru di Perwakilan Jawatan Kebudayaan Sumatera Utara di Medan. Pada masa itulah sauti menciptakan beberapa kreasi tari yang terkenal hingga sekarang termasuk Tari Serampang Dua Belas. Selain Tari Serampang Dua Belas, Sauti juga berhasil menggubah bebarapa tari lain, yaitu tari jenis Tiga Serangkai yang terdiri dari Tari Senandung dengan lagu Kuala Deli, Tari Mak Inang dengan lagu Mak Inang Pulau Kampai, dan Tari Lagu Dua dengan lagu Tanjung Katung.
Pada awal perkembangannya, Tari Serampang Dua Belas hanya boleh dibawakan oleh laki-laki. Hal ini karena kondisi masyarakat pada waktu itu melarang perempuan tampil di depan umum, apalagi memperlihatkan lenggak-lenggok tubuhnya. Tetapi dengan perkembangan zaman, di mana perempuan sudah dapat berpartisipasi secara lebih leluasa dalam segala kegiatan, maka Tari Serampang Dua Belas kemudian dimainkan secara berpasangan antara laki-laki dan perempuan di berbagai pesta dan arena pertunjukan.
Hingga saat ini, Tari Serampang Dua Belas sudah berkembang ke beberapa daerah di Indonesia selain Sumatra Utara, seperti Riau, Jambi, Kalimantan, Sulawesi, bahkan sampai ke Maluku. Selain dikenal dan dimainkan di seluruh tanah air, Tari Serampang Dua Belas juga terkenal dan sering dibawakan di beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong. Keberadaan Tari Serampang Dua Belas karya Sauti ini, mendapat sambutan yang luar biasa di seluruh tanah air dan negara tetangga. Seiring dengan perkembangan ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai beinisiatif untuk melindungi hak cipta tari ini sebagai aset dan kekayaan daerah tersebut. Untuk mendukung rencana ini, maka pemerintah setempat mengadakan seminar mengenai Tari Serampang Dua Belas. Hal ini dilakukan untuk memperkenalkan kembali pada masyarakat banyak tentang asal muasal dari tari ini, sehingga generasi muda tahu dan mengerti. Selain itu, diadakan juga berbagai pagelaran lomba Tari Serampang Dua Belas terutama untuk kalangan masyarakat yang berada di kawasan Kabupaten Serdang Bedagai.
Nama Tari Serampang Dua Belas sebetulnya diambil dari dua belas ragam gerakan tari yang bercerita tentang tahapan-tahapan proses pencarian jodoh hingga memasuki tahap perkawinan. Ragam I adalah permulaan tari dengan gerakan berputar sembari melompat-lompat kecil yang menggambarkan pertemuan pertama antara seorang laki-laki dan perempuan. Gerakan ini bertutur tentang pertemuan sepasang anak muda yang diselingi sikap penuh tanda tanya dan malu-malu.
Ragam II adalah gerakan tari yang dilakukan sambil berjalan kecil, lalu berputar dan berbalik ke posisi semula sebagai simbol mulai tumbuh benih-benih cinta antara kedua insan. Ragam II ini bercerita tentang mulai tumbuhnya rasa suka di antara dua hati, akan tetapi mereka belum berani untuk mengutarakannya.
Ragam III memperlihatkan gerakan berputar (tari Pusing) sebagai simbol sedang memendam cinta. Dalam tarian ini nampak pemuda dan pemudi semakin sering bertemu, sehingga membuat cinta makin lama makin bersemi. Namun, keduanya masih memendamnya tanpa dapat mengutarakannya. Gerakan dalam tarian ini menggambarkan kegundahan dua insan yang memendam rasa.
Ragam IV dilakukan dengan gerakan tarian seperti orang mabuk sebagai simbol dari dua pasang kekasih yang sedang dimabuk kepayang. Gerak tari yang dimainkan dengan melenggak-lenggok dan terhuyung-huyung seperti orang mabuk. Pada ragam ini (Tahap IV) proses pertemuan jiwa sudah mulai mendalam dan tarian ini menggambarkan kondisi kedua insan yang sedang dimabuk kepayang karena menahan rasa yang tak kunjung padam.
Ragam V dilakukan dengan cara berjalan melenggak-lenggok sebagai simbol memberi isyarat. Pada ragam ini, perempuan berusaha mengutarakan rasa suka dan cinta dengan memberi isyarat terhadap laki-laki, yaitu dengan gerakan mengikuti pasangan secara teratur. Gerakan tari pada Ragam V ini sering juga disebut dengan ragam gila.
Ragam VI merupakan gerakan tari dengan sikap goncet-goncet sebagai simbol membalas isyarat dari kedua insan yang sedang dilanda cinta. Pada ragam ini, digambarkan pihak laki-laki yang mencoba menangkap isyarat yang diberikan oleh perempuan dengan menggerakkan sebelah tangan. Si pemuda dan pemudi kemudian melakukan tarian dengan langkah yang seirama antara pemuda dan pemudi.
Ragam VII dimulai dengan menggerakkan sebelah kaki kiri/kanan sebagai simbol menduga. Hal ini menggambarkan terjadinya kesepahaman antara dua pasang kekasih dalam menangkap isyarat yang saling diberikan. Dari isyarat ini mereka telah yakin untuk melanjutkan kisah yang telah mereka rajut hingga memasuki jenjang perkawinan. Setelah janji diucapkan, maka sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara tersebut pulang untuk bersiap-siap melanjutkan cerita indah selanjutnya.
Ragam VIII dilakukan dengan gerakan melonjak maju-mundur simbol proses meyakinkan diri. Gerakan ini dilakukan dengan melompat sebanyak tiga kali yang dilakukan sembari maju-mundur. Muda-mudi yang telah berjanji, mecoba kembali meresapi dan mencoba meyakinkan diri untuk memasuki tahap kehidupan selanjutnya. Gerakan tari dilakukan dengan gerak bersuka ria yang menunjukkan sepasang kekasih sedang asik bersenda-gurau sebelum memasuki jenjang pengenalan dengan kedua keluarga besar.
Ragam IX adalah gerakan tari yang dilakukan dengan melonjak sebagai simbol menunggu jawaban. Gerakan tari menggambarkan upaya dari muda-mudi untuk meminta restu kepada orang tua agar menerima pasangan yang mereka pilih. Kedua muda-mudi tersebut berdebar-debar menunggu jawaban dan restu orang tua mereka.
Ragam X menggambarkan gerakan saling mendatangi sebagai simbol dari proses peminangan dari pihak laki-laki terhadap perempuan. Setelah ada jawaban kepastian dan restu dari kedua orang tua masing-masing, maka pihak pemuda mengambil inisiatif untuk melakukan peminangan terhadap pihak perempuan. Hal ini dilakukan agar cinta yang sudah lama bersemi dapat bersatu dalam sebuah ikatan suci, yaitu perkawinan.
Ragam XI memperlihatkan gerakan jalan beraneka cara sebagai simbol dari proses mengantar pengantin ke pelaminan. Setelah lamaran yang diajukan oleh pemuda diterima, Ragam XII atau ragam yang terakhir dimainkan dengan menggunanan sapu tangan sebagai sebagai simbol telah menyatuya dua hati yang saling mencintai dalam ikatan perkawinan. Pada ragam ini, gerakan tari dilakukan dengan sapu tangan yang menyatu yang manggabarkan dua anak muda sudah siap mengarungi biduk rumah tangga, tanpa dapat dipisahkan baik dalam keadaan senang maupun susah.

Ragam tarian yang dimainkan dalam Tari serampang Dua Belas bertambah indah dan menarik dengan komposisi pakaian warna-warni yang dipakai para penarinya. Lenggak-lenggok para penari begitu anggun dengan berbalut kain satin yang menjadi ciri khas pakaian adat dari masyarakat Melayu di pesisir pantai timur Pulau Sumatra. Sapu tangan melengkapi perpaduan pakaian tersebut yang kemudian dipergunakan sebagai media tari pada gerakan penutup Tari Serampang Dua Belas.
Tari Serampang Dua Belas biasa ditampilkan pada hari jadi Kabupaten Serdang Bedagai, terutama dalam perlombaan yang dipusatkan di aula Kantor Bupati di Kota Sei. Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatra Utara, Indonesia.

c. Kain Ulos
Kain Ulos khas Danau Toba merupakan salah satu kerajinan tradisional Batak yang sangat terkenal. Kain yang didominasi warna merah, hitam, dan putih ini biasanya ditenun dengan benang berwarna emas dan perak. Dahulu, kain ini hanya digunakan sebagai selendang dan sarung untuk pasangan kebaya, namun pada saat ini telah mengalami modifikasi sehingga lebih menarik dan bernilai ekonomis, misalnya dijadikan sebagai produk suvenir, sarung bantal, ikat pinggang, tas, pakaian, alas meja, dasi, dompet, dan kain gorden.
Kain yang diproduksi secara home industry ini cara pembuatan dan alatnya sama seperti pembuatan kain songket khas Palembang. Para pengrajin, sambil duduk dengan penuh kesabaran, menenun untaian benang berwarna emas dan perak untuk menghasilkan sebuah kain ulos yang indah dan artistik.
Bagi orang Batak, Kain Ulos tidak saja digunakan untuk pakaian sehari-hari, tetapi juga untuk upacara adat. Pemakaian kain ini secara garis besar ada tiga cara, yaitu dengan siabithononton (dipakai), sihadanghononton (dililit di kepala atau bisa juga ditenteng), sitalitalihononton (dililit di pinggang). Namun demikian, tidak semua jenis Kain Ulos dapat dipakai dalam aktivitas sehari-hari. Dalam keseharian, laki-laki Batak menggunakan sarung tenun bermotif kotak-kotak, tali-tali dan baju berbentuk kemeja kurung berwarna hitam, tanpa alas kaki.
Bagi orang Batak, Kain Ulos tidak sekedar kain yang berfungsi melindungi tubuh dari hawa dingin, tetapi juga berfungsi simbolik, khususnya yang berkaitan dengan adat istiadat orang Batak. Kain Ulos dari jenis tertentu dipercaya mengandung kekuatan mistis dan dianggap keramat serta memiliki daya magis untuk memberikan perlindungan kepada pemakainya.
Kain Ulos juga menjadi bagian penting dalam upacara adat masyarakat Batak. Bilamana dalam suatu upacara adat Kain Ulos tidak digunakan atau diganti dengan kain yang lain, seperti dalam upacara kelahiran, kematian, pernikahan, memasuki rumah, atau upacara-upacara adat lainnya, maka pelaksanaan upacara adat menjadi tidak sah.
Kain ulos mempunyai beraneka macam jenis, di antaranya: bintang maratur, ragiidup, sibolang, ragihotang, mangiring, dan sadum. Aneka macam jenis Ulos tersebut mempuyai tingkat kerumitan, nilai, dan fungsi yang berbeda-beda. Semakin rumit pembuatan sebuah Ulos, maka nilainya semakin tinggi dan harganya juga semakin mahal.
Pengrajin Kain Ulos khas Danau Toba berada di Pulau Samosir, tepatnya di Desa Perbaba. Oleh karena berada di Pulau Samosir, maka wisatawan yang hendak menuju desa tersebut sekaligus dapat bertamasya dan menikmati indahnya Danau Toba, danau legendaris yang terluas di Asia Tenggara. Di samping itu, tidak jauh dari Desa Perbaba, ada sebuah museum adat Batak Huta Bolon Simanindo. Museum ini memamerkan berbagai peralatan peninggalan Raja Batak, yang salah satunya adalah koleksi Kain Ulos dengan motif-motif yang beragam.
Industri tenun tradisional kain ulos berada didesa Perbaba, Kabupaten Samosir.
Untuk mencapai Desa Perbaba, pengunjung dapat melalui rute Kota Medan–Berastagi atau pun melalui rute Medan– Parapat yang berjarak lebih kurang 176 km dengan waktu tempuh lebih kurang empat jam dengan mengendarai kendaraan roda dua atau empat. Dari Parapat, pengunjung dapat melanjutkan perjalanan, menyeberangi Danau Toba dengan menggunakan kapal ferry.
Harga Kain Ulos cukup bervariasi mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah, tergantung kepada jenis ulosnya.


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar